Kaki Terkilir, Ah Sudah Sering
“Dek, kalau jalan itu hati-hati toh.”
Tidak hanya satu orang yang mengingatkan saya untuk berhati-hati kalau sedang jalan. Banyak. Mereka kadang sudah cukup capek melihat saya mengaduh kesakitan karena kaki terkilir. Ujung-ujungnya saya diomelin sambil sambil mengompres kaki saya yang bengkak.
Kapan tepatnya?
Saya lupa. Sekitar usia SD, waktu itu saya sempat kurus banget. Bayangkan, usia saya waktu itu 7 tahun, tapi hanya mencapai berat badan 10 kg. Kata Mami, waktu kecil pegang pensil saja suka jatuh-jatuh dan saya sempat mengalami lambat jalan sehingga harus sering diurut. Mungkin hal ini yang membuat motorik kasar saya kurang terasah.
Nah sehabis operasi jantung, barulah berat badan saya bertambah dan mulai menggemuk. Alhasil, badan bagian atas lebih besar dari kaki. Mungkin ini yang membuat keseimbangan saya tidak stabil dan sering membuat saya jatuh dan terkilir.
Pengalaman Cedera Kaki Parah
Keseimbangan kaki dan motorik kasar yang tidak terlatih seringkali membuat saya jatuh, mulai dari ringan hingga mengalami cedera yang cukup parah. Ada dua kejadian besar yang membuat teringat sampai saat ini.
Menginjak Pecahan Kaca
Siang itu, sehabis sekolah saya kelaparan. Ortu sibuk mengurus keberangkatan haji sehingga di rumah hanya ada bude dan kakak perempuan. Sehabis mengganti baju saya mengambil makan siang. Di rumah saya yang lama, tempat cuci piring letaknya di luar rumah, jadi harus buka pintu belakang untuk menaruh piring kotor. Waktu itu, entah saya yang terburu-buru atau memang keseimbangan sedang bermasalah. Saat selesai meletakan piring kotor, seakan-akan ada yang mendorong saya sehingga saya terpeleset dan berakhir kaki kanan menginjak tumpukan piring kotor. Saya berteriak,
Teriakan saya membangunkan semua orang. Bude dan kakak perempuan serta ART di rumah tergopoh-gopoh ke arah saya. Mereka berusaha mengangkat saya yang terjatuh dan Mbak Dini ikutan berteriak karena melihat kucuran darah dari kaki kanan dan detik itu saya baru merasakan kesakitan. Saya terus menangis, membuat anggota keluarga kebingungan, atas inisiatif Mbak memanggil tetangga yang kebetulan seorang perawat puskemas. Dia datang dengan membawa peralatan. Dengan hati-hati, dia mencoba mencabut pecahan kaca yang menancap di kaki. Berhubung saya terus menangis dan berteriak kesakitan, beliau nggak sanggup. Akhirnya dengan naik becak saya dibawa ke Puskesmas yang lebih besar.
Sampai di Puskesmas, saya ditangani beberapa orang. Ada bude dan kakak yang mendampingi di sekitar. Seorang perawat datang, memberi informasi bahwa sebentar lagi saya akan disuntik obat bius ke kaki, supaya saat dicabut nanti tidak sakit. Saya menggenggam tangan bude sambil terisak. Ouch, ternyata disuntik telapak kaki itu sakit banget, saya sampai berteriak kencang. Beberapa menit kemudian kaki mulai mati rasa pertanda obat sudah masuk dan bersiap mengangkat pecahan kaca. Berhasil? Nggak. Saya masih bisa merasakan sakit. Akhirnya saya diberi bius menggunakan semprotan sebanyak 2 kali dan ini lebih bikin tenang. Kaki makin tidak bisa merasakan apapun dan Alhamdulillah pecahan kaca itu bisa diangkat juga. Huft Lega.
Untungnya, luka yang dihasilkan tidak terlalu besar sehingga tidak perlu dijahit. Ah, pengalaman yang agak ngeri sedap ini bikin saya masih merinding kalau mengingatnya.
Baca juga:
Cedera Tendon Achiles
Pengalaman ini terjadi ketika saya masih SMA. Hari itu, sekolah pulang pagi karena guru ada kegiatan rapat sehingga tidak memungkinkan untuk adanya pelajaran. Pulang pagi artinya bisa main-main. Saya sih memutuskan untuk pergi ke warnet saja. Saat SMA di rumah belum punya internet sendiri jadi ya kalau butuh internet mah ke warnet.
Hari itu saya dibonceng teman dan mampir sebentar ke tempat fotokopi karena ingin membeli alat tulis. Sembari menunggu teman, saya jalan-jalan dan naas itu terjadi. Kaki kiri saya masuk ke dalam pipi galon yang terbuka daya terjatuh dan terkilir. Biasanya, hanya beberapa saat sakit dan menghilang. Bukannya pulang, kami berdua malah pergi ke warnet.
Asyik main internet membuat saya lupa akan rasa sakit. Sampai saya ingin menggerakkan kaki kok rasanya makin ketat. Ah benar saja, kaki saya membengkak beda dari biasanya. Akhirnya ijin pulang sama teman dan minta dijemput kakak. Supaya kakak nggak curiga, saya jalannya biasa aja meski agak nyeri.
Di rumah, saya bersikap biasa saja. Habis mandi dan makan saya memilih tiduran di kamar. Menahan rasa sakit yang kembali menyerang. Sore hari Papi curiga saya kok nggak keluar kamar dan melihat saya tiduran di kamar pakai selimut. Setelah ditanya, saya baru mengaku kalau kaki sakit dan Papi kaget melihat bengkak sudah sampai permukaan kaki dan susah digerakkan.
Mami yang ada pelatihan di Jakarta khawatir setelah mendengar berita dari papi. Mami menyarankan supaya saya dibawa ke tukang urut yang dulu pernah mengobati kakak. Duh, saya takut dan ngilu membayangkan kaki harus diputar-putar.
Besok paginya saya sudah berada di lokasi, sambil pegangan sama Papi kaki saya yang bengkak mulai dipegang. Saya memejamkan mata karena takut soalnya dari pembicaraan orang kok ya rasanya mengerikan kalau ke sangkal putul itu. Kirain mau diapain eh ternyata cuman dipijit terus dielus lalu saya disuruh jalan. Ajaib, saya mulai bisa jalan dengan normal dan sakitnya berkurang. Saya curiga kalau metode pengobatannya pakai jampi-jampi.
Sore harinya, bukannya membaik kaki saya semakin sulit digerakkan dan bengkaknya juga tidak berkurang meski sudah dikompres. Suhu tubuh ikutan meningkat karena tidak ada perubahan saya dibawa ke Dokter Orthopedi.
Dokter memeriksa kaki dan saya diminta melakukan pemeriksaan X Rays.
Keesokan hari, kami kembali ke dokter untuk mendengar hasil dari pemeriksaan rontgen kemarin. Sampai di ruangan Dokter membaca hasilnya lalu tersenyum.
“Mbak ini habis ngapain sih? Kok bisa sampai kena tendon achilesnya. Ini loh cedera yang biasa diderita atlit sepak bola,” ujarnya terkekeh.
Hah, apaan sih tendon achiles ini? Duh parah ya ini? Pertanyaan ini terus menggema di kepala. Apalagi raut wajah papi juga cemas dengar diagnosa dokter.
“Tenang, ini hanya ketarik jadi nggak butuh operasi. Mbak hanya butuh bedrest selama 10 hari. Jangan terlalu banyak bergerak kecuali ke kamar mandi.”
Fyuh, rasanya lega mendengar penjelasan dokter. Saya dikasih obat dan diberitahu bahwa ini nanti akan sembuh dengan sendirinya asal patuh untuk tidak turun dari tempat tidur, rajin direndam air hangat dan minum obat.
Alhamdulillah, lambat laun cederanya pulih dan kaki mulai bisa digerakkan dengan baik. Saya jadi ketawa kalau ingat kejadian ini. Ternyata saya merasakan apa yang atlit bola rasakan.
Yap, begitulah pengalaman saya tentang cedera kaki. Sampai sekarang efek dari cedera tendon achiles ini masih kadang-kadang terasa. Tiba-tiba kaki tidak bisa digerakkan dan sepertinya saya harus kembali mengunjungi dokter orthopedi.
Kalian punya pengalaman serupa?